Hafalan
...
Bagi penuntut ilmu, menghafal adalah harga mati baginya. Tanpa menghafal, ia tak akan bisa menguasai bidang ilmu yang ia tekuni. Sedangkan memahami hafalan adalah suatu keniscayaan. Hafalan tak akan memberi manfaat berarti tanpanya.
Penuntut ilmu yang mendikotomikan antara hafalan dan pemahaman; akan terjatuh pada hal yang negatif, sebagaimana ungkapan indah Ath-Tharifi hafidzahullah "Penghafal tanpa mau memahami makna yang ia hafal adalah orang yang menunjukkan kesombongan. Sedang orang yang paham tapi enggan menghafal adalah orang yang lalai." (Asthur).
Dalam biografi Syaikh Jalaluddin Al-Mahalli rahimahullah, seorang ulama Syafiiyah mutakhir yang jarang ada tandingannya dalam bidang Ushul Fikih, dikisahkan bahwa beliau tidak mampu menghafal banyak. Satu halaman saja yang coba ia hafal, akan membuat tubuhnya memerah dan pikirannya pusing.
Saya pernah menanyakan hal ini pada Syaikh kami yang juga pakar Sejarah dan Tarbiyah "Syaikh Yahya bin Ibrahim Al-Yahya" hafidzhahullah, yaitu tentang Syaikh Al-Mahalli yang menjadi ahli ilmu dengan hafalan yang demikian sulit. Maka beliau menjawab: Mustahil ia menjadi ulama besar tanpa menghafal. Bila ia tidak mampu menghafal secara biasa, maka cara terbaik adalah mengulang-ulangi bacaan, dan tekun mempelajarinya sedikit demi sedikit, tidak langsung satu halaman sekaligus, insyaAllah yang demikian akan membuatnya hafal tanpa harus memaksa otaknya.
Terakhir, nasehat Ath-Tharifi bagi yang mau menghafal: "Mau jadi penghafal? Kurangi penggunaan pena?!" apalagi gadget.
Para pakar pendidikan juga menyatakan: "Usia di bawah 23 tahun lebih kuat menghafal, sedangkan usia di atas 23 tahun lebih kuat memahami." Wassalam..
_____________________
Oleh hamba yang masih kesulitan menghafal.
.
.
Dikutip dari tulisan Ustadz Maulana La Eda.
#NasihatDiriYangMasihTerlenaDenganGadget
Komentar
Posting Komentar